Para ilmuwan dari Amerika Serikat menganalisis genom pria dan wanita dari Inggris dan sampai pada kesimpulan bahwa dimorfisme seksual mulai lancar pada nenek moyang kita bahkan sebelum transisi ke pertanian.

Karya itu diterbitkan dalam jurnal PLOS Genetics. Dimorfisme seksual mengacu pada perbedaan anatomi antara jantan dan betina dari spesies yang sama. Ini dapat memanifestasikan dirinya dalam berbagai parameter fisik: ukuran, garis rambut, warna, struktur kulit, dan bentuk gigi.
Menurut satu hipotesis, dimorfisme seksual lebih menonjol, semakin berbeda kontribusi kedua jenis kelamin terhadap perawatan keturunan. Ini juga bisa menjadi indikator tingkat poligami. Jadi, pria sedikit lebih besar dan lebih kuat daripada wanita, rambut mereka sebagian didistribusikan secara berbeda.
Di zaman kuno, dimorfisme seksual pada leluhur lebih menonjol. Beberapa ilmuwan percaya bahwa perataan mulai terjadi karena transisi ke pertanian sekitar 10 ribu tahun yang lalu. Namun, para ahli lain percaya bahwa ini terjadi sebagai akibat dari mutasi acak. Para peneliti dari Pennsylvania State University sampai pada kesimpulan yang sama.
Mereka menemukan apakah variasi genetik yang terkait dengan ciri-ciri fisik tertentu pada pria dan wanita telah menjadi lebih atau kurang umum selama tiga ribu tahun terakhir. Secara khusus, para ilmuwan menganalisis tinggi badan, berat badan, lingkar pinggang dan pinggul, dan persentase lemak tubuh. Untuk melakukan ini, mereka menggunakan data genom dari sekitar 194 ribu wanita dan 167 ribu pria, yang diambil dari Biobank Inggris.
Penulis penelitian menemukan lebih dari 3.000 variasi gen yang bertanggung jawab atas dimorfisme seksual pada pria dan wanita, tetapi hanya yang terkait dengan persentase lemak yang lebih tinggi pada wanita yang secara signifikan lebih umum daripada sebelumnya. Jika tidak, semuanya tetap sama. Dengan demikian, para ilmuwan menyarankan bahwa dimorfisme seksual menjadi kurang menonjol sebelum orang akhirnya beralih ke pertanian.